Saya merasa senang dan terharu waktu membaca salah satu review buku ‘Happiness is Homemade’ di Goodreads yang mengatakan:
[…] Oh ya satu hal pula yang sepertinya berkali ditekankan dalam buku ini adalah prinsip take and give, dan itu adalah hal yang kupercaya sebagai kunci sebuah keberlangsungan atas apapun.
Senang karena reviewnya bagus. Terharu karena ada yang menangkap pesan tersirat mengenai ‘take and give‘ itu lalu menyuratkannya.
Ya, saya percaya sekali bahwa kebahagiaan nggak hanya datang saat kita mendapat atau mengonsumsi sesuatu. Kebahagiaan juga muncul saat kita berbagi atau menghasilkan sesuatu. Kebahagiaan juga timbul dari memberi.
Saat kita menerima, kita hanya menerima. Namun saat kita memberi, kita juga akan menerima.
Saya banyak sekali belajar ini dari Ayah dan Bunda. Ayah saya sering bilang kepada saya, “Memberi itu butuh latihan. Semakin banyak latihan, semakin yakin kita bahwa jika kita memberi, kita akan mendapat lebih banyak. Semakin kita yakin, semakin banyak kita memberi. Begitu seterusnya. Nah, kalau nggak pernah latihan memberi, darimana keyakinan itu akan muncul?”
“Who is it that would loan Allah a goodly loan so He may multiply it for him many times over? And it is Allah who withholds and grants abundance, and to Him you will be returned.”
(Holy Quran – Surah Al-Baqarah [2:245])
Sampai saat ini, saya pribadi masih latihan dan masih perlu banyak latihan :’) Kadang pun begitu kesempatan latihan datang, saya masih suka ‘ngedumel’.
Bunda saya di kalangan tukang ojek pangkalan cukup terkenal ‘murah hati’ sekali. Kadang-kadang ojek pangkalan bisa Beliau kasih 10x lipat ongkos penumpang biasa. Kalau saya bilang, “Bun, nanti jadi kebiasaan loh.” Bunda saya akan menjawab, “Ya selama masih ada rezeki, nggak apa-apalah. Toh kan nggak setiap hari naik ojeknya.”
Hal ini kemudian menjadi ‘beban’ tersendiri untuk saya karena para tukang ojek pangkalan jadi hafal kalau saya anaknya ‘Si Bu Haji’. Seringkali tukang ojeknya basa-basi, “Bu, apa kabar Bu Haji?” Kalau sudah begitu, saya langsung mikir, “Duh kenal nih sama Si Bunda. jadi harus kasih lebih nih kalo gini…” Ya walaupun nggak lebih -lebih banget, pokoknya jadi harus lebih deh. Walaupun sudah sering bilang sama diri sendiri, “Ayo, ini kesempatan latihan memberi… Syukuri… Ayo jangan pelit-pelit… Ayo ayo…”
Sampai suatu hari saya naik ojek pangkalan lalu si pengemudi cerita ke saya soal ibu saya, “Bu, Bu Haji tuh orangnya baek banget ya… Saya akuin dah… Nggak sombong, nggak pelit pula. Pokoknya saya doain supaya sehat terus dah…” Di atas motor, saya jadi ngelamun, sambil bersyukur: ternyata tanpa Beliau ketahui, bunda saya mendapatkan doa yang nggak pernah diminta. Doa yang dia terima sepaket saat memberi. Langsung dengan mantap hati, ongkos ojeknya saya lebihkan (walau ngelebihinnya nggak sebanyak Bunda sih hahahaa) :’)
Semakin kesini saya juga jadi semakin yakin kalau rezeki dan berkah bukan hanya soal materi. Teman-teman yang baik adalah rezeki. Anak yang sehat adalah bentuk berkah. Dipertemukan dengan orang-orang yang baik dan mengajak berkolaborasi adalah rezeki. Inspirasi menggambar dan menulis adalah berkah. Mungkin belum terbilang banyak, tapi mudah-mudahan cukup menjadi alasan bagi saya untuk terus latihan memberi.
Karena memberi juga tentang mengasihi diri sendiri :)
Leave a Reply