Yang Saya Jarang Dengar Soal Financial Planning

Dua tiga tahun belakangan ini isu perencanaan keuangan rasanya semakin gencar didengungkan terutama di kalangan millennials yang konon memiliki stereotype ‘living for the moment‘ dengan semboyan YOLO; You Only Live Once. Akun financial planner Jouska pun hits banget karena kasih banyak insight mulai dari soal perencanaan keuangan yang sederhana sampai kasus-kasus ‘mengerikan’ seperti cerita kasus korban penipuan, salah investasi sampai ditinggal mati dengan hutang milyar-milyaran.

Saya pribadi juga jadi banyak belajar dari cari tau soal instrumen-instrumen investasi semacam saham dan reksadana. Walaupun demikian, sebetulnya saya sudah mulai belajar mengenai perencanaan keuangan dan investasi dari orang tua saya sejak sekolah. Banyak petuah finansial yang sampai sekarang masih saya anut seperti;

  • Jangan berhutang kecuali terpaksa atau untuk sesuatu yang produktif
  • Jangan investasi di bidang yang kita nggak ngerti. Misalnya, seumur-umur merawat kaktus dan rumput gajah aja gagal, tau-tau mau investasi di agrobisnis :’) Pasti babay :’)))
  • Hati-hati kalau ada yang menawarkan investasi yang tampak too good to be true, karena memang kemungkinan too good to be true :’)))

Waktu saya baru kerja, orang tua saya mengingatkan, “Kamu nggak mau mulai investasi? Coba cicil unit apartemen deh, supaya nanti ‘tabungannya’ kelihatan dan lebih semangat kerja.” Ternyata keputusan tersebut betul, karena gaya hidup saya di awal 20-an boleh dibilang ‘terkontrol’ karena setiap habis gajian uangnya langsung diambil sekian untuk cicilan apartemen.

Saat gajian, alokasi cicilan be like:

Jadiii, saya sih setuju bahwa perencanaan finansial adalah sesuatu yang wajib dipelajari dan diterapkan baik itu untuk jangka pendek, menengah maupun panjang. Saya juga setuju bahwa semakin dini dimulai, semakin bagus karena setelah berkeluarga akan lebih banyak kebutuhan dan alokasi pengeluaran.

Namun demikian, semakin kesini saya mulai merasa bahwa pada titik tertentu, perencanaan keuangan bisa menjadi sumber kekhawatiran bahkan ketakutan.

Sekali lagi, memiliki visi dan perencanaan hidup adalah hal yang saya yakini. Namun saat mendapat cerita tentang beberapa teman yang sangat disiplin menabung dan berinvestasi untuk dana pendidikan anak mulai dari TK sampai universitas, lalu dana pensiun, asuransi jiwa, dst, dst, ada bisikan di telinga saya, “Wah, apakah kita tidak terlalu sibuk berencana ya?”, dan “Wah, apakah dengan segala perencanaan ini hidup kita ini jadi penuh dengan ketakutan-ketakutan? Ketakutan tidak bisa memenuhi target dana pendidikan anak, ketakutan tidak bisa pensiun dengan nyaman, ketakutan suatu saat kita mati lalu anak-anak kita akan kesusahan?”

“Bagaimana dengan hal-hal yang tidak kita rencanakan?”

Bicara soal dana pendidikan, orang tua saya tidak memiliki akun khusus untuk persiapan dana pendidikan saya. Untuk adik saya yang beda usianya 7 tahun lebih muda dari saya, mereka menabung dalam bentuk mencicil sebuah unit apartemen. Saya ingat sekali ayah saya bilang, “Apartemen ini kalau sudah lunas untuk nanti Zakki sekolah ya. Kalau kita butuh, jual saja.” Di luar itu, saya ingat Ayah saya mengalokasikan sejumlah penghasilannya setiap bulan untuk patungan membiayai keponakan-keponakannya sekolah dan kuliah. Bagi beliau dan beberapa kakak adiknya, pendidikan anak di masa depan sangat penting, tapi pendidikan keponakan-keponakannya tidak kalah penting.

Sampai detik ini adik saya sudah lulus sarjana, alhamdulillah unit apartemen tersebut masih ada :’))) Alhamdulilah, ada rezekinya untuk dana pendidikan adik saya. Adik saya juga gagal masuk ujian mandiri ITB yang seharusnya berbayar sekian puluh juta saat itu, namun ternyata dia malah masuk lewat jalur SBMPTN yang tidak bayar semahal itu. Ayah saya pun, pada keberjalanannya, tanpa direncanakan dan diperhitungkan sebelumnya, bisa freelance sebagai konsultan yang artinya menambah sumber pemasukan.

Intinya, kedatangan rezeki dan kehilangan harta adalah sesuatu yang seringkali ada di luar kalkulasi manusia. Seandainya saja dulu orang tua saya sebegitu fokusnya mengkalkulasi inflasi dana pendidikan adik saya, saya nggak yakin mereka akan membantu sepupu-sepupu saya bersekolah, karena saya tau betul saat itu kami nggak dalam kondisi berlebih.

Cerita lain soal hitung-hitungan keuangan adalah yang saya alami sendiri.

Saat saya resign di tahun 2016, sebetulnya perusahaan tempat saya bekerja dulu akan berakhir kontraknya di Indonesia pada tahun 2018. Seandainya saja saya bertahan bekerja sampai tahun 2018, akan ada uang ‘pesangon’ untuk setiap karyawan yang nominalnya lumayan (untuk ukuran saya ya, bukan bos saya HAHAHA). Seandainya saja saya ngobrol dengan financial planner mungkin saya akan disuruh sabar menunggu sampai tahun 2018, hahaha.

Namun saat saya resign, saya ikhlas dan meyakini, apa yang memang rezeki kita akan jadi milik kita, dan apa yang bukan tidak akan sampai pada kita. Saya resign dan mungkin di atas kertas ‘kehilangan’ uang pesangon itu. Namun, keputusan resign tersebut membawa saya kepada pintu-pintu ‘rezeki’ lain sebagai seorang freelancer dan alhamdulilah saat ini saya memiliki penghasilan dan tabungan yang membuat saya merasa cukup :) Jumlahnya? Tidak terlalu jauh sih dari kalkulasi ‘pesangon’ saya, hehehe. Namun sekali lagi, yang penting kan merasa cukup dan bersyukur ya :D

Sekali lagi, saya bukannya menyarankan kita untuk bagi-bagi uang dan tidak melakukan perencanaan keuangan. I do encourage everyone to save and invest, think about and build the future you want to live. Namun poinnya adalah, semoga segala perencanaan dan perhitungan tersebut tidak membuat kita selalu digerakkan oleh rasa takut; takut kurang, takut tidak cukup, takut tidak memenuhi target, dst. It’s true that we should plan for the future but don’t forget to live the present.

Treat yourself sometime, bikin senang orang tua, mertua, dan saudara, berbagi dan bantu jika ada yang membutuhkan (apalagi saudara!), make some memories, and again, ask yourself, would you let your fear about money become the only drive in your life?

10 responses

  1. Yang ribut2 di twitter kemarin baca ini deh. Hehe. Very well said mbak Put. Setelah dipikir2 orang tua ku juga ga punya hitungan dana pendidikan anak yang ampe bikin pusing. Mungkin apa yang dishare itu bagus untuk menambah pengetahuan n trigger kita belajar investasi atau keuangan tapi ngga harus sampe takut gimana gitu ya. Menurutku, prinsipnya apa yang kita terima itu harus dikelola dengan baik sebagai bentuk syukur atas diberikannya rejeki tersebut.

  2. aku sempet bahas ini sama Shanti, kok kita merasa stories-stories tersebut bikin “jadi jauh” sama “perhitungan Tuhan”; tapi ya kita rasa memang begitulah jobdesc-nya Advisor. karena mereka hanya memperhitungkan data. Tetap berencana, tetap berusaha; let God do the rest, dan rezeki ngga akan ketuker :’)

  3. Mba Putyyy aku seneng bangeet bisa baca tulisan ini. Kadang, terlalu perhitungan dengan hitungan manusia memang bikim lelah ya. Padahal cukup pakai ikhtiar dan tawakkal, pasrah aja cukup :”) dan ga lupa bantu-bantu yang lain malah akan nambah rezeki kita insyaAllah.

  4. Well-written, Mbak Puty, Thank you for writing this post!

  5. Ilovepreppy Avatar
    Ilovepreppy

    Setuju banget mba Puty,bukan cuman ttg akun ig financial planning yg bikin kita sbg org tua milenial jd merasa takut kurang ini itu,tetapi bbrp parenting blogger pun sering memberikan pengaruh dan pengetahuan ttg bgmn harus menabung ,invest sejak anak dr lahir, dan jarang dr mereka yang memberi insight ttg “Peran Allah disegala aspek Kehidupan” kalau ortu saya sendiri pun saat memiliki anak dua ,tidak pernah investasi dll ,ayah saya lebih mengandalkan pinjaman (hutang pd keluarga) .Namun Allah memang maha tahu ,meski ayah saya bukan org kaya,saya dan adik saya pun bisa s1 semua. Bahkan adik saya sdh lulus s1 dgn kuliah full beasiswa. Hal hal yang seperti itu atau yg sering kita sebut keajaiban jarang kita pikirkan. Semoga mba Puty selalu menginspirasi ibu2 muda yang ingin terus berkarya ?

  6. Setuju banget mb Puty, pernah banget ngerasain ini. Oiya saya belum jadi orang tua yaa, anak muda ijin ikut berkomentar ?.

    Kalau terlalu perhitungan bikin hidup jadi kaku, dan bikin kehilangan kesempatan buat berbuat baik asli, well noted banget tulisan ini.

  7. mbak Puty, terimakasih sudah menuliskan ini. menyuarakan kegalauan saya. kemarin itu saya sampai mikir lho, apa kami salah ya nyicil rumah tapi di daerah pinggiran? apa kami salah ya menabung dengan cara yang kami pikir paling ‘aman’ untuk keluarga kami yang tidak terlalu suka resiko.

    tetap berusaha, menabung, berdoa, dan sisanya serahkan pada Sang Pemberi Rejeki.

  8. dhita putri Avatar
    dhita putri

    Yup bener banget.. yang aku pelajari selama ini, membantu orang lain terutama keluarga dan sedekah, merupakan invenstasi yang nanti nya akan diganti sama Allah.. hal yang gak masuk di akal kita, dan gak kita dapet kalo belajar invenstasi dari financial plannner.. kalo aku nerapinnya.. nabung dan investasi semampu kita tetep harus jalan.. tapi membantu orang juga jangan dilupakan..

  9. sandraartsense Avatar
    sandraartsense

    Skripsi saya ttg Manajemen keuangan dan ketika melihat akun keuangan saya jadi berasa bodoh banget dan terus menerus kepikiran kok gaji saya ga kayak kliennya yg juta2 itu oke mereka kereja keras pastinya, kok mereka ga bahas gaji Guru Honorer yang ratusan rebu itu kan yang uangnya banyak n ga punya utang lbh gampang ngatur hehe. Parenting Blogger kadang nakut2in juga tuh, ortu saya ga nabung dapen bisa sekolahin anak sampe sarjana dan kalo liat akun ustad malah bilang nabungnya jangan di Bank tapi di sedekah. Intinya yakin sama Allah, emang Allah juga suka sama yg berencana agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah tapi ga mesti takut segala kan, kalo kita punya taman yg baik, kupu2 akan dateng sendiri, kalo ada hama, ada Allah yang jaga ? bahagialah dengan melihat kita yg dulu, sekarang punya tabungan, ga punya hutang, masih bisa ngasih ke orang tua, adalah anugerah tak terhingga dari Allah

  10. Salam kenal Mba Puty :) Terima kasih sharingnya

Leave a Reply to RachmahCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: