Setelah kemarin menulis soal menemukan style gambar, kali ini saya ingin sharing seputar memberi harga ke karya atau kerjaan kita. Pertanyaan ini yang sering muncul dari teman-teman yang baru memulai jadi illustrator atau sebetulnya sudah sering gambar untuk orang atau organisasi lalu merasa sudah saatnya ‘pasang harga’. Saya akan sharing berdasarkan pengalaman pribadi saya. Silakan kalau ada yang nggak setuju atau punya referensi lebih baik, share di kolom komen yaaa :D
Jujur saja, persoalan harga menghargai karya ini memang jadi pelik, apalagi untuk kita orang Indonesia yang sering banyak ‘nggak enak ah’ termasuk “Nggak enak ah, itungan banget rasanya…” Selain itu, memang harus diakui kalau belum semua masyarakat teredukasi dengan baik soal ‘penghargaan’ atas karya. Buktinya, masih banyak banget kan yang orang yang bilang, “Ah, gambar begini cari di google aja.”
Nggak heran kan kalau lumrah banget buat orang kita jualan pop ice terus pasang gambar Elsa-nya Frozen di gerobak? :p
Rumus dasar: Supply vs Demand
Jadi sebetulnya begini:
Harga boleh bebas, tapi……………………. ada yang beli nggak?
Saya mau singgung sedikit rumus dasar yang diajarin pas pelajaran Ekonomi di SMP, yaitu soal penentuan harga. Harga akan sangat tergantung sama 2 hal: supply & demand.
Walaupun ‘karya’ merupakan sesuatu yang abstrak, tetap saja hukum ini berlaku, setidaknya dengan ‘waktu kita’ sebagai variabel ‘supply’ dan ‘permintaan project’ sebagai ‘demand’. Kalau kita belum banyak permintaan dari klien dan punya banyak waktu, artinya kita nggak bisa pasang harga tinggi-tinggi. Sementara kalau kita punya banyak permintaan / project sementara waktu kita makin terbatas, ya artinya wajar pasang harga tinggi.
Oleh karena itu, menurut saya price list / rate card adalah sesuatu yang bisa berubah dari waktu ke waktu. Semakin tinggi jam terbang dan pengalaman kita, makin bagus portfolio kita, ya sepatutnya harga naik, dong :) Selain itu, price list ini semestinya juga bisa disesuaikan dengan kondisi: Misalnya kita lagi butuh uang, ya bolehlah kasih diskon ke potential client supaya lebih banyak project yang datang. Sebaliknya, saat kita merasa harus lebih banyak istirahat, ya boleh aja pilih-pilih project yang valuenya paling tinggi.
Atas dasar ‘fleksibilitas’ ini juga saya nggak membuka price list saya untuk umum. Selain itu, nggak semua project itu nilainya semata-mata diukur dengan uang, loh. Ada project-project yang mungkin secara uang nggak besar tapi bagus untuk portolio kita atau kita suka sama profil kliennya. Atau mungkin, secara uang nggak besar tapi ada kesempatan belajar hal baru (misal: bikin buku). Atau sesederhana: secara uang nggak besar atau nggak ada, tapi ada pahalanya (misal: bikin flyer untuk kegiatan taklim atau ikutan project donasi), hehehe.
So here’s to sum it up:
Menentukan Harga Dengan Sistem Jam-Jaman
Oke, jadi kalau pakai hukup supply vs demand tadi, kita harusnya hitung kerjaan kita dengan sistem jam-jaman dong ya?
Yup, kalau di negara maju sih gitu yaa, karena memang hal yang lumrah menghitung ‘upah’ seorang pekerja per jam, apalagi jumlah jam kerja bisa jadi sesuatu yang ditentukan secara legal. Namun kalau dari pengalaman pribadi saya yang ‘relatif’ newbie ini, sistem jam-jaman ini nggak praktis kalau mau langsung diterapkan dan dikomunikasikan ke klien. Jadi ya hitung-hitungan ini buat kita pribadi aja saat menentukan nilai project.
Perhitungan harga berdasarkan jam ini juga berguna kalau kita sudah berpengalaman dan punya lebih dari satu jenis pekerjaan. Misalnya nih, saya harus charge berapa sih kalau workshop tutoring? Saya akan membandingkan, seberapa besar sih effort dan waktu yang dihabiskan dengan kalau saya ngerjain job ilustrasi. Nggak harus sama, tapi bisa jadi referensi.
Makanya, bagi para freelancer, kalau punya project, dicatat dengan baik yaa :p
So at what price should I start?
Setelah berbusa-busa ngomongin nulis supply vs demand, hitung-hitungan jam-jaman, dll, tentu ada yang masih bingung mau mulai di harga berapa kan? Here are some tips:
- Ask yourself first, how much would you pay for a work like yours? I know it’s not a good tips, karena hampir selalu KEMURAHAN, hahahaha. But that’s how I started, to be honest. Saya pribadi mulai dengan harga yang ‘relatif murah’, namun skill dan pengalaman saya kan juga belum berkembang seperti sekarang. Saya selalu bilang sama diri saya, “Well, anggaplah ini ‘uang sekolah’ saya. Klien yang (saat itu) mampunya dan maunya bayar segitu ya berarti harus rela juga dapat hasil yang merupakan bagian dari ‘trial & error’.” Jujur saja, polemik kasih harga ‘kemurahan’ ini bisa bikin para professional artist atau setidaknya jebolan institusi macam La Salle kesel, namun ya kita hiburlah mereka dengan bilang: “Ono horgo, ono rupo.”
- If you’re totally clue less and really need to start at a number, go check the other’s pricelist… on Etsy :p Coba cari yang stylenya dan skillnya sepadan sama kita. Again, be flexible about price list seperti yang sudah saya tulis di atas.
- Untuk teman-teman yang mau ‘jualan’ karya dalam bentuk barang, please put a price for your art work. Misalnya mau jualan gambar di tote bag atau bantal, jangan bandingkan harga finalnya dengan barang buatan Cina yang produk massal gitu. Bakal sedih banget nanti :’)
Don’t forget to benchmark!
Kembali ke kalimat yang saya sebutkan di awal, “Harga boleh bebas, tapi……………………. ada yang beli nggak?”
Nah, setelah menimbang dari seberapa besar effort yang akan kita lakukan, seberapa banyak waktu yang akan kita habiskan, dan value apa yang kita dapatkan, jangan lupa untuk melihat dari sisi klien / pemesan / pembeli. Dengan harga yang kita tawarkan, klien dapat ‘apa’ sih? Apakah memang karya kita secara style unik banget? Apakah kemampuan teknis kita bagus banget sehingga bisa mewujudkan semua keinginan klien? Apakah ada orang seperti kita yang bisa mengerjakan project tersebut dan ngasih harga setengahnya? Atau justru paling nggak 2x lipatnya sehingga boleh dibilang klien dapet ‘good deal’ sama kita?
Jangan lupa, seperti kita yang nggak melulu menimbang soal uang, klien juga bisa mempertimbangkan faktor lain yang boleh jadi sepaket sama harga kita misalnya reliability termasuk ketepatan waktu atau attitude kita :)
—
Oke, sekian dulu dari saya, mudah-mudahan dapat membantu. Sekali lagi, semua saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi, jadi mohon maaf kalau sekiranya ada yang kurang berkenan. Kalau ada yang mau ditambahkan, boleh share di komen loh ya!
And this is probably a good read:
3 Comments
Bener juga. Portfolio penting banget, apalagi kalau order dari klient yg notabene punya nama besar. Sebagai pemula, gapapalah agak miring2 dikit bayarannya, setidaknya ada ilmu, skill, atau bahkan value yg In syaa Allah akan kita dapatkan. Saya yakin, lama kelamaan akan makin berkembang.. thanks sharing ilmunya ya mba putty ?
Nice post, kita ingin dihargai berapa? Kebingungan kadang menghampiri rate card blogger hehhe
it’s “Ono rego, ono rupo” btw.. but indeed it is.
Thanks for the nice sharing!