Ini mungkin sebuah pertanyaan yang mungkin banyak ditanyakan orang-orang ke diri sendiri, setidaknya saya dan beberapa teman merasa demikian. Tahun 2020 ini rasanya aneh buat saya: lambat tapi tau-tau kok sudah masuk caturwulan terakhir. Janji saya untuk menulis panjang di blog secara lebih sering juga ternyata nggak bisa terlaksana di paruh kedua tahun 2020 karena cukup banyak kerjaan: sesuatu yang sangat-sangat saya syukuri.
Salah satu resolusi tahun 2020 saya adalah lebih berani bilang ‘nggak’ kepada tawaran yang nggak spark joy atau dirasa terlalu bikin ‘tertekan’ sekalipun bayarannya lumayan. Saya juga berencana untuk meluangkan waktu dan cari inspirasi di tahun 2020: jalan-jalan, lebih sering ke pameran dan galeri, juga belajar software baru.
Namun, begitu datang pandemi ini, saya banyak berpikir ulang: wah sayang banget kalau di saat begini saya ‘bermanja-manja’, toh saya juga nggak bisa banyak santai dan jalan-jalan. Hal ini kemudian didukung oleh datangnya project-project yang sifatnya dadakan atau bisa disebut project Sangkuriang. Hari ini dikasih brief, mau previewnya 3 hari kemudian :’))))))))))))) Hal ini sebetulnya nggak terlalu mengagetkan karena dari sisi klien atau agensi-pun pasti banyak perubahan yang harus segara diadaptasi.


*
Nah, walau resolusi untuk lebih pilih-pilih kerjaan nggak terlalu sukses, tapi ada cita-cita saya yang mulai ada baby stepsnya yaitu mengembangkan IP (intellectual property) character saya: Kelincuy.

Yup, sejak ikutan program KATAPEL yang merupakan creative IP bootcamp tahun lalu, saya jadi punya sebuah impian: mengembangkan Kelincuy sebagai tokoh yang memiliki cerita dan value yang baik untuk disebarkan kemudian bisa bermanfaat, termasuk dalam wujud kolaborasi dengan bisnis atau brand lain.
Dimulai dengan membuat akun instagram pribadinya di awal tahun 2020, Kelincuy mulai saya kenalkan terpisah dari ‘byputy’. Walau sempat mandek saat pandemi, namun bulan lalu Kelincuy mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan brand es krim lokal: Amame Ice Cream. Tentu ini nggak lepas dari kepercayaan Alanda sebagai teman walau kebanyakan hanya berinteraksi online.


Ada 2 rasa yang diciptakan khusus oleh Amame: Bloomin’ Summer dan Cheerful Hello. Kedua rasa ini kemudian dibuatkan cerita oleh Team Amame dan playlist khusus oleh saya. Kalau teman-teman di sini ada yang tertarik untuk order, bisa langsung hubungi Amame Ice Cream ya :)
Untuk saya sendiri, ini adalah sebuah langkah yang penting dan berkesan sekali sebagai kreator. Apalagi kolaborasi ini membuka peluang untuk kolaborasi berikutnya yang sedang digodok :3
Seperti yang sering saya katakan saat sharing soal bisnis ilustrasi melalui webinar atau konten di Instagram: memulai sesuatu itu butuh kepercayaan dari orang lain, oleh karena itu harus dicoba dari orang yang sudah percaya kepada kita: teman, saudara, keluarga.
*
Well, bicara soal webinar, di bulan Agustus saya sempat mengisi 2 webinar seputar bisnis ilustrasi dan 1 webinar soal pembuatan konten media sosial. Jujur saja, setelah menjalaninya selama 5 tahun lebih pun, saya tetap nggak terlalu percaya diri untuk berbagi soal ilustrasi karena saya nggak punya latar belakang formal di bidang seni, desain ataupun bisnis. Namun saya menyadari kalau sekarang lanskap industri kreatif termasuk desain dan komunikasi visual sudah beda banget dibandingkan 10 – 15 tahun lalu waktu saya mempersiapkan kuliah.


Saya percaya bahwa sekarang belajar dan ‘ngilmu’ nggak harus melalui jenjang pendidikan formal. Tentu saya selalu jelaskan di webinar apa adanya: banyak hal yang saya pelajari dari pengamatan dan pengalaman pribadi, tanpa validasi resmi dari institusi manapun. Sebetulnya kalau saya pikir-pikir masuk akal sih, Instagram saja baru ada tahun 2010. Bagaimana kita mengharapkan ada jurusan digital content creation dengan dosen yang punya pengalaman pakai Instagram >10 tahun? Banyak profesi yang harus diajarkan oleh ‘orang muda’ dengan sistem belajar mengajar yang berbeda pula.
*
Kesadaran saya untuk menerima sistem belajar mengajar yang baru dan berbeda banget dengan 1-2 dekade lalu kemudian membuat saya kembali memikirkan cita-cita saya sekolah lagi. Pandemi ini kemudian membuka peluang baru untuk belajar lagi yaitu melalui online course. Saya menemukan ada istilah-istilah baru dalam sekolah jarak jauh seperti ‘MicroMasters’ atau course bersertifikasi dari institusi pendidikan yang bonafide. All hail, blended learning!
Saya pun memutuskan untuk mencoba ambil satu course dulu berjudul ‘The Science of Everyday Thinking’ dari The University of Queensland, Australia. Saat ini saya sudah masuk minggu ke-4 dan ternyata walaupun cukup ngos-ngosan memasukkan jadwal belajar di saat padat deadline, ternyata ada ‘spark’ baru dalam diri saya. Seru!
*
Saya sadar kok kalau sebetulnya saya mau terlalu banyak, that maybe I try too hard to fit everything on my schedule, and I sometimes ask myself: whom am I trying to prove myself to? Apakah saya sedang mencari validasi dari orang lain bahwa saya ‘super’ dan bisa melakukan banyak hal? Tapi pada akhirnya saya pikir lagi: selama saya merasa fulfilled, then why not? Perhaps, I’m just at this phase and who knows what comes in the next 5 years?
***
2 Comments
kaqa puty idolaque #fanstergape
?