Kalau dirunut-runut, sudah 7 tahunan saya menjadikan ‘minat baca dan literasi’ sebagai salah satu isu yang ingin saya perjuangkan.
Baca juga tulisan-tulisan saya yang berisi ‘curhatan’ soal buku dan minat baca:
2015 – I Think Indonesians Should Make Reading Cool Again
2015 – Let’s Go Reading, Yuk Baca!
2018 – Curhat Hari Buku
2018 – Buibu Baca Buku Book Club
2020 – Karya, Kritik dan Ekosistem Industri Buku
2021 – Buku, Perjuangan Literasi dan Kelas Menengah
Selama 7 tahun ini memikirkannya sambil bergerak melalui Buibu Baca Buku, saya cukup banyak belajar. Ada gagasan pribadi yang terpatahkan, asumsi yang terbantahkan, pesimisme yang terbukti tapi di saat yang sama juga ada optimisme yang masih terus tumbuh.
Tahun lalu (2021) saya coba memodelkan masalah minat baca dan kegiatan yang diharapkan bisa menjadi solusinya. Setidaknya bagi audiens Buibu Baca Buku, yang saya sadari cukup ‘segmented’ tapi percaya bisa menciptakan dampak. Begini saya memodelkan apa yang ada di pikiran saya, berdasarkan pengalaman dan pengamatan di BBB juga:

Survey Buibu Baca Buku 2021
The model didn’t look bad if I might say. It honestly made some sense. Misalnya asumsi bahwa buku mahal adalah sebuah kendala paling umum yang membuat orang tidak minat baca, atau asumsi bahwa orang yang hanya membaca 0-1 buku itu tidak memiliki lingkungan dan role model yang mendukungnya untuk membaca. Saya ingat banget kalau 2 orang yang tertarik dan mendukung saya untuk ‘membuktikannya’ adalah Nadya dan ayah saya sendiri :’))
Oleh karena itu, dengan segenap keberanian dan niat mulia, Buibu Baca Buku memberanikan diri untuk membuat survey di akhir tahun lalu. Waktu merancang survey, tentu saja survey ini dipengaruhi oleh model saya di atas wkwkw. Hadirnya Nadya tentu membuat survey jadi lebih objektif and less assumptious, tapi saat itu nggak terpikir oleh kami untuk konsultasi ke researcher atau yang punya pengalaman menulis jurnal ilmiah di bidang ilmu sosial. Sampai akhirnya di akhir tahun kami menutup survey dan mendapat 770 responden lebih. Angka yang menurut saya ‘wow’ dan ‘legit’ untuk dijadikan studi kecil-kecilan.
Nah, begitu pengolahan data dan penyusunan report, baru deh… bingung :’))) Kenapa? Karena ternyata, walau saya kebayang ‘konsep’-nya, apa yang mau saya cari tahu dan intuitively kebayang data apa yang harus saya pakai, ternyata… saya nggak punya cukup kompetensi dan pengalaman di bidang statistik HAHAHAHA :’D

I learned it the hard way sih. Selama upaya menyusun saya coba baca beberapa buku dan cek-cek berbagai website tapi akhirnya kami memakai opsi yang lebih brilian yaitu: phone a friend :’)))) Saya akhirnya minta bantuan Shanti yang memang psikolog pendidikan dan, kalau berdasarkan kepo-kepo di IG storynya, punya pengalaman mengolah data terkait manusia. :’))))))
Long story short, jadilah Survey Report Buibu Baca Buku Book Club 2021.

Proven Wrong!
Setelah mengolah data dan mengupayakan validitasnya, survey ini menjawab banyak rasa penasaran saya dan membantah beberapa asumsi saya yang sebetulnya masuk akal. Berikut beberapa favorit saya:
1. Kendala yang paling umum dan merata dialami bukannya akses ke buku termasuk soal harga buku mahal melainkan distraksi dari media informasi dan hiburan lain. Kendala ini jauh lebih umum dialami ketimbang soal akses ke buku, termasuk harga buku yang mahal.

2. Kendala ke akses buku termasuk soal harga buku mahal justru paling umum dialami oleh para book dragons, alias mereka yang membaca lebih dari 60 buku per-tahun! Bahkan kendala akses ke buku ini justru jadi kendala paling umum bagi mereka yang paling banyak membaca buku.

Hal ini betul-betul di luar dugaan saya karena awalnya terasa counter intuitive, “Kok bisa merasa punya kendala harga buku mahal tapi banyak baca?” Ternyata JUSTRU karena mereka banyak baca dan banyak beli buku jadi terrasa “Harga buku mahal yeeeeeee…“
Mungkin membuat para book dragons merasa:

3. Melihat orang lain menceritakan buku bacaannya di media sosial lebih populer dan efektif untuk memotivasi seseorang membaca buku ketimbang buku gratis! Jadi berbagi rekomendasi dan ulasan buku di media sosial adalah hal yang paling berdampak.

Well, this sounds paradoxical. Kita tahu bahwa distraksi, termasuk media sosial adalah KENDALA yang paling umum dan merata. Namun di sisi lain, posting soal buku di media sosial adalah solusi yang PALING BERDAMPAK.

Rasanya lebih intuitif kalau kita bilang, “Oh, supaya lebih rajin baca buku, kita harus kurangi main medsos karena akan mendistraksi.” Namun ternyata, kalau banyak lihat orang share bacaannya di medsos malah bisa memotivasi kita baca buku. :’)))
4. Saya pikir berbagi gimmick seperti printables bookmark atau mengirimkan merchandise akan bisa mengajak dan memotivasi mereka yang baru mulai membaca (membaca 1 – 5 buku / tahun), tapi ternyata relatif tidak efektif. Temuan ini membantu saya menyusun strategi BBB yang sebetulnya suka banget sama gimmick-gimmickan, hehee :p

Proven… well, at least not wrong!
Namun ada beberapa hal yang cukup sesuai dengan perkiraan saya di model pertama kali :D Well, mungkin butuh diteliti lebih lanjut tapi setidaknya belum terbukti salah.
1. Membuat target baca atau mengikuti tantangan baca lebih efektif dilakukan oleh mereka yang sudah lebih rutin membaca.
2. Begitu juga dengan diskusi buku atau literasi yang lebih efektif bagi mereka yang sudah rutin membaca. Jika kita sandingkan dengan dengan data popularitas kegiatan, diskusi buku & literasi masih belum populer. Hal ini sesuai dengan dugaan awal saya bahwa klub dan diskusi buku masih terasa eksklusif dan belum ‘mengundang’ bagi mereka yang belum terbiasa membaca buku. Setidaknya ini yang saya rasakan dulu; walau saya selalu suka baca, tapi ikut diskusi buku masih terkesan berat dan intimidatif.

3. Berbagi rekomendasi buku di media sosial adalah hal yang efektif dan dapat menjadi solusi bagi mereka dengan tingkat kegemaran yang berbeda. Walau seperti yang saya sebut di atas, saya nggak menyangka bahwa kegiatan ini PALING populer dan efektif, tapi kepercayaan saya terhadap konten rasanya tervalidasi di survey ini.
4. Mereka yang memiliki orang tua yang gemar membaca lebih gemar dan membaca lebih banyak. Padahal sebenarnya hanya 26% yang mengidentifikasi memiliki orang tua yang suka membaca; dan rata-rata jumlah buku yang dibaca lebih banyak dibanding mereka yang orang tuanya tidak suka membaca.

Plan, do, track the progress, evaluate, plan better and repeat~
Seperti yang saya sebutkan, survey ini memberikan pengalaman dan pelajaran berharga bagi saya sebagai individu dan bagi saya dalam menyusun strategi dan mengarahkan kegiatan Buibu Baca Buku agar bisa lebih optimal dalam menciptakan dampak.
Jujur saja, merintis dan mengurus sesuatu yang bersifat non-profit itu bukan hal yang mudah dan nggak selalu menyenangkan. There have been countless times I felt tired and underappreciated, especially because this issue involves long-term impacts and doesn’t feel like an emergency. Namun survey ini sangat membantu saya gaining the clarity of the goals and gave me the sense of purpose. Survey ini juga memberi saya kepercayaan diri untuk double up BBB volunteer team dari 7 jadi 16 orang per bulan Juni depan :’) Deg-degan tapi semangat banget! Mohon doanya ya semua :)
Oh iya, yang tertarik untuk baca surveynya bisa langsung cek buibubacabuku.com/survey2021 yaa ? Ada rekomendasi untuk meningkatkan kebiasaan membaca bagi individu dan kelompok orang tua juga loh!
Ciao bella~
Comment
Keren survenya kak?