Menabung atau Traveling? 10 Hal Kenapa Saya Pilih Traveling

Sebelumnya, saya mau minta maaf kalau belakangan isi blog ini kebanyakan tentang traveling. Ini bukan travel blog, namun dua tahun belakangan ini saya cukup banyak jalan-jalan. Ikutan tren? Bukan. Duitnya ya memang baru ada dua tahun belakangan sejak saya mulai kerja, Bro & Sis.

Semalam saya lihat Ariev nge-twit sebuah link yang berujudul “Godaan Traveling dan Kesadaran Investasi“. Ariev bilang dia ‘kesentil’ sama artikel ini. Ternyata tulisan tersebut merujuk ke sebuah tulisan di Tempo yang berjudul “Menabung, Berlibur, atau Gadget?” Bukannya kesentil, saya malah tertarik untuk menulis tulisan ini. Tulisan yang sebetulnya pernah saya post 2 tahun lalu ini. Saya senang banget karena tulisan tersebut (setidaknya sedikit) menginspirasi salah seorang teman yang saya kagumi, Prisanti Putri, untuk mewujudkkan mimpinya pergi ke Jepang. 2 tahun berlalu sejak saya menulis itu, bepergian ke luar negeri rasanya semakin in vogue. Many people travel abroad. Many people write about it. Some even got into hot debate about calling oneself a ‘travel writer’. Some just love to brag about it. Some call themselves ‘traveler’ or ‘backpacker’.

Apakah saya ada masalah dengan tren ini? Enggak lah. Saya senang membaca cerita dan melihat foto-foto dari orang-orang yang bepergian ke luar negeri. Sama seperti saya, mereka keluar dari zona nyaman yang kita sebut rumah. Beberapa mewujudkan impian, mencoret beberapa poin di life bucket list mereka. Namun lama lama sepertinya orang-orang mulai melihat traveling ke luar negeri sebagai gaya hidup. Traveling is just cool. Yes it is, but if you only see it as a cool thing, you certainly miss the point. Even worse, kasihan orang-orang yang sinis dan berpendapat bahwa jalan-jalan keluar negeri adalah gaya-gayaan dan pemborosan belaka. They definitely miss a lot. I realize this from the way society compares traveling with keeping up with latest gadget trend. Well, mungkin artikel di Tempo menyebutnya ‘berlibur’ yang diasosiasikan dengan ‘senang-senang’, namun percayalah, jalan-jalan ke luar negeri tidak hanya sekedar senang-senang.

Setelah beberapa kali jalan-jalan ke luar negeri dengan uang sendiri, beberapa orang mungkin memasukkan saya ke kategori ‘si perempuan lajang yang boros dan suka senang-senang’. Eh tunggu dulu, saya selalu alokasi 30% penghasilan saya untuk investasi dan alhamdulillah nggak pernah lupa menyisihkannya untuk berzakat. Amit-amit deh sampai punya hutang kartu kredit. Nah, lalu traveling pakai apa? Tabungan. Yap, sisa pendapatan setelah dipotong investasi, kewajiban-kewajiban dan biaya hidup yang saya tabungkan itu yang saya gunakan untuk traveling, tentunya dengan cut-off tertentu yang saya alokasikan untuk dana darurat.

Jadi nggak punya tabungan? Ya, in term of liquid money, nggak banyak. Jadi pilih traveling? Ya.

Apa pertimbangannya?

First of all, traveling bagi saya bukanlah sekedar gaya hidup melainkan hal yang saya usahakan dengan penuh perjuangan. Saya memang bukan backpacker, tapi saya selalu cari tiket dan akomodasi semurah mungkin. Saya selalu bikin itinerary karena saya ingin mengoptimalkan perjalanan saya. Ke luar negeri buat saya lebih dari sekedar datang, bilang “touch down!“, ngetwit (apalagi sampe bikin hashtag khusus hahaha :p), foto-foto lalu cari oleh-oleh tanda kita sudah sampai luar negeri. Ke luar negeri tidak harus untuk party atau belanja seperti yang mungkin dipikirkan orang Indonesia kebanyakan saat ini.

So, here is a list why I chose traveling (for now) over saving liquid money or… hmm… latest gadget.

  1. Timing is a bitch
    Saya adalah tipe perempuan yang cenderung konservatif. Bahkan 2 tahun sebelum saya merencanakan untuk menikah tahun depan, yang saya pikirkan adalah saya akan menikah sebelum umur 27, akan (insya Allah) punya anak dan akan bertanggung jawab untuk sebuah rumah tangga. Saya nggak akan jalan-jalan sendiri atau bareng teman-teman perempuan, menginap di hostel yang satu kamar isinya 12 orang, ngecengin pria-pria Mediterania di kampung halaman mereka, naik kereta berhari-hari, atau kayang di depan landmark suatu kota kelak berkeluarga. Sekarang adalah masa-masanya saya bisa melakukan hal-hal lucu yang nanti akan saya ceritakan kepada anak cucu saya :) Di samping itu, saya percaya banget setelah berkeluarga akan ada rezekinya lagi hehehe.
  2. It enriches yourself
    Like it’s always said, “Travel is the only thing you buy that makes you richer.” Clothes and gadget can go out of date, but experiences don’t expiry. Akan banyak sekali pengalaman berkesan dari mengunjungi tempat terkenal dan mengetahui sejarah (plus filosofinya), bertemu dengan banyak orang dan mendengar ceritanya, dan masih banyak lagi.
  3. It gets you to know yourself better
    Ini yang saya rasakan terutama saat solo traveling. Semakin banyak saya bepergian, semakin saya mengenal diri saya karena . Saya banyak berkontemplasi, dan tentu saja saya semakin tahu betapa saya dapat mengandalkan diri sendiri.
    DSC_0367
  4. It pushes you to go beyond the limit you drew yourself back at home
    As I said before, the only one that we can rely on is ourself. Saya adalah orang yang paling nggak hafal jalan sedunia, hobinya nyasar, dan nggak bisa nyetir. Orang-orang suka nggak percaya kalau saya bisa keliling-keliling di negeri orang dengan mengandalkan peta dan informasi dari internet. Contoh lainnya adalah, saya dulu nggak percaya saya bisa bertahan di suhu -16 derajat celcius (kulkas kaliiiiii bro!). Namun waktu di Trondheim, saya terpaksa pulang malam, jalan kaki dan agak naik bukit di suhu tersebut. Memang sempat rasanya mau mati, tapi ternyata, I’m here and alive. Seriously, what doesn’t kill you makes you stronger!Trondheim
  5. It teaches you to adapt and to tolerate
    Traveling abroad will widen your perspective. Ke luar negeri mengajarkan kita untuk menyesuaikan diri sama keadaan. Misalnya saya tipe yang suka makan apa saja dan suka mencoba local cuisine (selama tidak jelas-jelas mengandung babi dan darah), namun saya pernah Euro Trip bareng Mbak Anis yang lebih suka makan di food chain yang sudah familiar dengan orang Indonesia. Saya tentu menyesuaikan diri, Mbak Anis juga menyesuaikan diri dengan bawa sambal sachet, dan kami pun mengatur jadwal makan bergantian. Kadang makan makanan lokal, kadang di McDonalds. Hehehe.
  6. It teaches you be responsible
    Saat traveling, apalagi ke negara yang jauh, boleh dibilang nggak ada yang kenal kita. Kita bebas melakukan apa saja. Traveling ke negara yang tidak bermayoritas Muslim menguji saya untuk tidak sampai ketinggalan Shalat wajib dan stick with the rule of non-alcoholic drink. Tanggung jawab juga bukan hanya soal kewajiban tapi juga misalnya soal tanggung jawab terhadap budget yang telah kita rencakanan dan nggak menghabiskannya untuk yang lain-lain.
  7. It motivates you (and maybe your children later)
    Untuk saya, traveling ke negara maju betul-betul menginspirasi dan memotivasi saya. Norwegia, negara kaya dan penghasil minyak namun begitu sederhana. Jepang, pekerja keras, tepat waktu, modern namun tetap menjunjung kebudayaannya. Singapura, negara cuma seuprit, nggak punya bentang alam, tapi berhasil menarik kita semua untuk ke sana. Malaysia, negara tetangga yang dulu berguru sama kita pelan-pelan meninggalkan kita. Seriously, such things motivate me to be better, to make a better country. One more thing; you know why I dream to travel? Because my father told me his travel stories :)
  8. It humbles you
    This is my favorite quote about traveling from Scott Cameron: “Travel makes one modest. You see what a tiny place you occupy in the world.”
  9. It changes you
    Untuk saya, setiap pulang dari sebuah perjalanan, saya selalu belajar sesuatu yang baru. Setiap perjalanan mempengaruhi dan memotivasi saya untuk menjadi orang yang lebih bijaksana. Personally, saya menjadi lebih berpikiran terbuka, cepat beradaptasi, lebih bertanggung jawab, bekerja keras dan pantang menyerah untuk bertahan hidup. If I could survive -16 degree, why wouldn’t I survive in tropical heaven with smiling people like here? :) Remember, small change might bring another change (might me a great one!) and you’ll never know :)
  10. It makes you learn that there’s no place like home
    Memang melihat negara lain sering membuat kita jadi membanding-bandingkan Indonesia dengan negara lain (bahkan untuk beberapa orang mungkin jadi nggak mau pulang). However, after some trips, I know I belong with my family and my loves ones, surrounded by uncountable Rumah Makan Padang and, don’t forget, pempek Palembang :9DSC_0414

Sebagai penutup, ada link tulisan dari Rhenald Kasali yang cukup terkenal berjudul Passport. Mungkin ada yang sudah baca, tapi untuk yang belum baca dan masih suka sinis soal pergi ke luar negeri, silakan baca. Menginspirasi deh :)

32 responses

  1. Aakkhh.. Ada aku di nomor 5 :)
    Bener banget, Put. Travel ngajarin utk bertoleransi. Selain soal makanan, ada hal lain yg kita beda: (1) Aku suka kamar private, Puty suka kamar dorm yg rame2. Kita sepakat pesan gantian 2 tipe kamar itu. (2) Aku lebih gampang capek setelah jalan jauh, Puty masih seger semangat pengin keliling. Solusinya kalo aku udah capek, aku duduk2 di ruang tunggu atau di taman ngeliatin orang2, sementara Puty masih keliling2.
    Nggak usah dipaksain bareng2 terus, karena tujuan dan motivasi orang traveling kan beda-beda.
    Untuk kita, tanggal keberangkatan, negara tujuan pertama, dan tanggal kepulangan kita pun beda :)
    Btw, traveling kita ke Eropa tahun lalu adalah salah satu yang paling berkesan buat aku. Moga2 lain kali aku bisa nemu partner traveling dan traveling seasik kita dulu :)

    1. Mbak Anis, sungguh Eropa itu ngangenin ya untuk di-turis-i :’D Aku pun Mbak, it was unforgettable. Kayanya bakal aku ceritain terus sampe ke anak cucu :3

      You too Mbak. Some day we should do it again :D

  2. itacasillas Avatar
    itacasillas

    kereeeennnn…bener bgt Puch…setujuu..walopun traveling lumayan menguras tabungan..but as you said “pengalaman bepergian ke luar negeri itu ga bisa dibandingkan dg apapun” :)

    1. iya Taaa… mudah-mudahan orang-orang nggak salah mikir ya. Maksud aku ya dana traveling ini juga hasil nabung dari berhemat nggak kebanyakan hang out di tempat2 mahal atau belanja2 impulsif, hehehe.

  3. Aku suka deh dengan yang nomor 3. :). Mengingatkan pada masa2 diusia 23 tahun yang penuh revolusi diatas udara :). Ah ya, hari2 itu…

    1. Yuk kita jalan-jalan lagi bersama nanti :)

  4. Yang nomer 7, kejadian ke aku. jadi semacam napak tilas ke tempat-tempat yang dulu pernah didatangi almarhum Papa.

    Keep inspiring me, Put!

    1. Kamu juga Riev, menginspirasi aku dan banyak orang untuk jalan-jalan sambil nyenengin orang tua :)

  5. Hi Put. Setuju banget sama poin 2-10. Well basically semua then. Haha.

    I really think “Getting lost will help you find yourself” is true to the core. Sometimes I purposefully do so. I refuse to have data plan while travel to force me to talk to people.

    I think before, during, and after travel punya lessonnya masing-masing.

    Before, teaches you to plan ahead. And not giving up (mencari tiket yg ga bikin kantong kering)
    During, teaches all the things you mentioned above.
    And after, teaches you to apply them in your life.

    Ok, I should stop. Great writing! Keep travelin!

    1. Thanks for reading, and salam kenal, and this is out of topic but your food photographs are amazingggggggg and soo mouthwatering! :Q

  6. jonathanend Avatar
    jonathanend

    cie Puty.

    1. Komen paling #apeu. ( ‘__’)/|dinding ke-apeu-an|

  7. pilih traveling! traveling changes you :D ada banyak inspirasi yang nggak bakal bisa kita dapatkan kalau kita cuma diam dan enggak bergerak sama sekali dari zona nyaman :) coba deh, traveling sesekali, tapi kalau ketagihan enggak tanggung jawab ya :D

    1. :D tentu, tapi skala prioritas pengeluaran tetep harus diperhatikan hehehe

  8. Couldn’t agree more mbak.
    Bahkan kakak gw sendiri menjudge gw liburan hanya utk belanja, foto foto, gaya gayaan share di socmed. Poor me.
    Padahal buat gw liburan itu terapi untuk menjadi lebih baik, mengenal diri lebih, membuang ego, melihat kehidupan di luar diri, keluar dari zona aman.
    Biarlah orang mau bilang apa, hidup hidup kita ini. Mari melihat dunia lagi

    1. Mariii :D Mungkin saking excitednya beberapa dari kita over-sharing di soc med, jadi ada yang udah men-judge duluan hehehe.

  9. Hi Puty! Nice writing, as always.

    aku setuju dengan poin-poin yang kamu tuliskan di atas, dan sangat senang bahwa kamu mendapatkan hal-hal lain dari travelling, dibandingkan ‘sekedar’ menjadikannya gaya hidup.

    Hanya saja (cieelah) banyak banget orang yang memahami travelling dengan cara yang berbeda dengan yang kamu tuliskan. Banyak orang yang berlomba-lomba pergi ke sana kemari ‘just to feel cool’ (nothing wrong with that). It gets wrong when they start to judge people who don’t travel, and trust me I have some friends who do this (judging others who don’t travel).

    Yah mungkin aku aja sih yang sensitif sama orang-orang yang begini, mestinya gak perlu dimasukin ke hati. Kadang jadi bikin sebel sih omongan dan celetukan mereka tentang travelling (dan tentang orang-orang yang gak travelling) buat orang-orang yang memang nggak bisa–bukan nggak mau– menyisihkan gajinya untuk travelling (seperti aku misalnya) hihihi.

    I always believe every journey has its own lesson though, they have their journey and I have mine :)

    keep writing Puch!

    1. Betul Dhe, aku termasuk orang yang nggak suka sama tipe2 yang begitu. At least I think they miss the point that traveling should humble themselves, dan bukannya jadi bisa dengan congkak bilang, “You know I’ve been here and there and you’ve just stayed on a page all your life.” I do know some people like that. Kalau ada yang gitu, bilang aja Dhe, “The more you travel, the more you should realize that you’re only a really little dot moving vulnerably.” :p

      Banyak cara melihat dunia. Traveling (hanya) salah satunya :)

      Keep dreaming, Dhe. Banyak kok bos-bos aku yang baru traveling setelah mereka mapan and not in their early career. Semua akan indah pada waktunya :3

  10. hai puti.. salam kenal.. blognya bagus ih.. ijin ubek ubek ya.. dalam waktu dekat mau travelling ke tempat yang (at least buat gue) kurang familiar.. sepertinya akan dapat banyak inspirasi ni dari blog nya puti.. hihihi

    cao

    -analis-

    xoxo

    1. Wahh terima kasih sudah membaca.. :) Selamat traveling!

  11. *tos*
    ….. ‘si perempuan lajang yang boros dan suka senang-senang’ –> mereka bilang yang sama tentang akuh.
    Hai…suka tulisannya…setuju banget untuk tiap point2 nya..keren..
    Salam kenal ????

    1. Halo, salam kenal juga Kezia :D

      Jangan terlalu banyak dengerin kata orang kali yaa. Boros atau enggak kita yang nentuin. Senang atau enggak juga kita yang ngerasain. Hehehe.

  12. Hi.. Thanks for speaking my mind dear puty,dari kalimat awal sampe akhir cuma bisa bilang bener bangett.. senangnya sekarang sudah menemukan partner travelling sejati, lancar persiapannya.. :)

    1. :D Wah ada yang senasib & sependapat. hehehehe :D

      Terima kasih yaaa…

  13. Nice post, dear Puty :D

    aku jadi kepingin liburan sekaraaang <3

    1. liburan ama Roy dong Sarrrr hihihihi :D

  14. saya setuju poin 3,5,sama 10
    dengan bepergian meskipun gak ke jauh-jauh kaya kakak, saya jadi tau gimana idup di tempat orang, beradaptasi dengan keadaan disana bahkan saya bisa lebih mengenal diri saya sendiri.

    nice post kak!

  15. Interesting points, and I agree with all of it except #1 :D… Namanya juga opini pribadi, tentu wajar jika berbeda. Berlawanan dengan nomor satu, saya justru mulai jalan-jalan setelah menikah.

    Saya dulunya bukan orang yang suka jalan-jalan; selain karena belum punya duit (dan super pedit), juga karena ada rasa takut keluar dari zona nyaman. Istri dan situasi lah yang mengenalkan saya pada jalan-jalan.

    Dalam beberapa hal, solo traveling bisa jadi lebih menyenangkan — lebih murah, lebih fleksibel, lebih independen dll. Tapi traveling dengan significant other(s) rasanya lebih wow… apalagi kalo memang gayanya juga cocok. Coba deh :-)…

    Kami belum punya anak sekarang. Kalau pun sudah, semoga masih bisa membawa mereka jalan-jalan hahaha… tokh gaya travel kami cuman duduk di pinggiran jalan suatu kota, ngeliatin orang lalu-lalang.

    Nanti cari suaminya yang suka jalan-jalan juga ajah… biar jalan-jalannya gak berhenti setelah menikah.

  16. Angga krisnadi Avatar
    Angga krisnadi

    Wah tulisannya bagus dan menginspirasi banget. Buat yg hartanya mencukupi mending buat traveling ya daripada beli gadget atau barang lain. Tuhan menciptakan bumi yg luas,kenapa tidak dinikmati :)

  17. ih keren banget tulisannya, jadi punya niat, sebelum nikah mesti traveling sendirian dulu

  18. Salam kenal mb Puty :)
    Your writing tickles me to challenge myself do a solo traveling hehe

  19. yanti susanti Avatar
    yanti susanti

    agree to all points you said!

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.