Salah satu hal yang dulu kerap saya pertanyakan dan baru saya sadari jawabannya belakangan ini adalah: “Kenapa ya nggak banyak artis jebolan acara semacam AFI atau Indonesian Idol yang bisa mempertahankan eksistensi dan kesuksesannya?” Padahal kalau dipikir-pikir mereka sudah dibekali hal yang diidam-idamkan banyak orang: spotlight dan fan base. Bakat ya ada lah pasti, sekalipun ada bagian jual ‘drama’ juga… Wong audisinya gila-gilaan….
Setelah saya ada di dunia kerja baik sebagai bagian dari korporasi maupun sebagai pekerja lepas, saya baru menyadari bahwa kata-kata “Sukses itu butuh proses, nggak ada yang instan” bukan sekedar kata-kata motivasi belaka. Bahkan seandainya saya bisa kasih tambahan, saya akan bilang: masalahnya kita sering lupa bahwa ‘proses’ di sini kerap kali hal-hal yang kita anggap kecil dan membosankan tapi harus tetap kita lakukan dengan konsisten. Hal-hal yang sederhana seperti latihan, mengerjakan project skala medioker, menang lomba-lomba yang mungkin dianggap tidak prestisius, kerjasama dengan rekan satu ‘ekosistem kerja’ yang mungkin menurut kita ‘dia lagi-dia lagi’.
Saya pikir mungkin kita sering lupa kalau reputasi itu harus dibangun, that respect has to be earned instead of given; dan ini tidak bisa didapat dengan menang kompetisi ‘idol’, sekali dua kali menang lomba besar, atau sekedar jadi ‘viral’. Reputasi dan respek juga mungkin tentang ketepatan waktu kita saat meeting sehari-hari, atau attitude kita menghadapi rekan sejawat atau bahkan yang posisinya lebih junior dari kita.
Salah satu highlight dari buku ‘Originals’-nya Adam Grant yang ‘nancep banget’ untuk saya adalah di bagian yang menjelaskan bahwa menjadi maestro seperti Mozart atau Picasso bukan perkara membuat satu-dua karya yang jenius kemudian ‘ngehits’ lalu terkenal dan jadi legendary. Berikut saya ketik ulang kutipannya ya:
In every field, even the most eminent creators typically produce a large quantity of work that’s technically sound but considered unremarkable by experts and audiences
Adam Grant – Originals

“Picasso’s oeuvre includes more than 1,800 paintings, 1,200 sculptures, 2,800 ceramics and 12,000 drawings, not to mention prints, rugs, and tapestries – only a fraction of which have garnered acclaim. In poetry, when we recite Maya Angelous’s classic poem “Still I Rise,” we tend to forget that she wrote 165 others; we remember her moving memoir I Know Why The Caged Bird Sings and pay less attention to her other 6 autobiographies. In science, Einstein wrote papers on general and special relativity that transformed physics, but many of his 248 publications had minimal impact. If you want to be original, “the most important possible thing you could do,” says Ira Glass, the producer of This American Life and the podcast Serial, “is do a lot of work. Do a huge volume of work.”
Adam Grant – Originals
Saya pikir lagi, proses ‘latihan’ atau rutin berkarya adalah juga tentang mental menghadapi reaksi orang lain; bagaimana kita tetap bekerja dan berkarya sekalipun reaksi orang lain tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Dalam personal konteks, saya bisa menghubungkan bagaimana tulisan saya di blog kadang dapat banyak apresiasi, retweet, views, comments, tapiiii banyakan sih yang ‘anyep’, hahahaha.
So, yeah, I guess that was part of my never ending learning process. Saya tidak memiliki data untuk mengonfirmasi asumsi saya, namun bisa jadi inilah yang jadi jawaban dari kenapa tidak banyak artis ‘jebolan idol’ yang bertahan. Karena, mengulang kata-kata ala motivator, “Sukses itu tidak bisa instan.”

Karena kita semua berproses dan proses mungkin memang tentang hal-hal yang membosankan.
Karena mungkin terus berprogres adalah sebuah bentuk pencapaian.
Leave a Reply