Ketika mendengar kabar bahwa B.J. Habibie tutup usia pada 11 September 2019, ada rasa kehilangan yang nggak bisa saya jelaskan. Aneh, karena saya nggak kenal beliau secara personal, namun beliau adalah figur ikonik yang sampai saat ini saya pikir sulit dicari tandingannya.
Beliau adalah seorang teknokrat; insinyur yang menjabat sebagai menteri; doktor yang lulus dengan predikat summa cumlaude tapi juga seorang Muslim yang mendirikan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia. Beliau adalah seorang pembaca buku tapi juga suami yang sangat mencintai istrinya sampai kisah mereka diangkat ke layar lebar dan menyentuh hati banyak orang yang menontonnya.
Terlepas dari segala kontroversi yang sifatnya politis, saya yakin bahwa Pak Habibie adalah sosok teladan karena sepanjang hidupnya memberikan banyak sekali inspirasi, kontribusi, amal, karya dan ilmu yang saya yakin akan terus mengalir pahalanya.
Semakin ke sini, konsep berbuat baik untuk dapat pahala yang dalam pikiran saya semakin berubah. Dulu waktu kecil, berdasarkan apa yang diajari di sekolah, saya menganggap pahala itu sebagai upah yang kemudian ditabung; dicatat ‘debit’ – ‘kredit’nya oleh malaikat Raqib & Atid. :’))) Oleh karena itu, rasanya saja jadi bersemangat bersedekah dengan janji balasan sekian kali lipat.
Konsep hitung-hitungan tabungan ini kian bergeser karena saya mulai menyadari bahwa pola pikir saya kok jadi seperti pedagang :’))) *mentang-mentang orang Padang* Saya mulai berusaha menangkap makna-makna tersirat di balik ‘iming-iming pahala’.
Misalnya soal malam ‘Laylatul Qadr’ dengan pahala seribu bulan (83 tahun); saya pribadi menangkapnya sebagai hasil dari konsistensi beribadah. Ketika ada yang menerka-nerka kapan jatuhnya Laylat Al-Qadr tersebut, saya suka berpikir, “Mungkin maksudnya Allah ya supaya kita ibadah aja yang rajin, konsisten selama bulan Ramadan, maka secara probabilitas pasti dapat kan?” Apalagi kita semua tau kalau pada 10 hari terakhir Bulan Ramadan, semangat ibadah sudah turun.
Kembali ke soal Alm B.J.Habibie. Dari banyaknya ucapan belasungkawa yang mengalir lengkap dengan pesan-pesan yang menyentuh hati tentang bagaimana kita semua akan mengingat dan meneruskan perjuangan beliau, saya merasakan bahwa ini adalah perwujudan konsep ‘Pahala yang tidak terputus setelah seseorang wafat’.
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh”
HR. Muslim no. 1631
Kebaikan akan membuahkan kebaikan. Karya yang baik bisa membawa energi positif dan inspirasi lintas generasi. Ilmu dan inovasi yang baik akan membawa manfaat berkepanjangan bahkan akan berkembang dan menghasilkan ilmu-ilmu dan inovasi-inovasi di masa-masa yang akan datang. Cerdas untuk mencerdaskan. Berdaya untuk memberdayakan.
At the end of the day, good legacy will last and even if you don’t believe in afterlife, it will bring goodness in life after us.
Selamat jalan, Pak Habibie :’)
Leave a Reply