Kalau ditanya apa bedanya kerja kantoran dan kerja dari rumah sebagai pekerja lepasan alias freelancer, mungkin jawabannya bisa jadi satu buku sendiri. Namun kalau ditanya persamaannya, saya akan dengan mantap menyebutkan:
Working attitude is the key.
Soal working attitude ini saya sudah singgung sedikit di post ‘Yang Nggak Semua Orang Tau Tentang Menjadi Ilustrator‘. Sekali lagi saya katakan kalau ini terdengar klise, namun saking klisenya sepertinya sampai banyak yang lupa :’)
Mungkin masih ada yang berpikir kalau kerja sendirian alias being your own boss lebih gampang karena nggak diatur-atur, nggak disuruh-suruh, dst.
PRET. GAMPANG DARI HONGKONG~
HAHAHA.
Berkaca pada pengalaman kerja kantoran lima tahun dan kerja sendirian di bidang yang berseberangan selama hampir empat tahun, saya harus bilang kalau menjaga working attitude dan semangat kerja sebagai freelancer alias pekerja lepas justru lebih susah. Kenapa? Kalau di kantor ada yang ngingetin, nyemangatin, sampai menegur misalnya bos atau rekan satu tim karena berpengaruh ke kinerja organisasi. Sementara untuk pekerja lepas ya harus banyak introspesksi dan evaluasi diri sendiri.
Perlu diingat kalau menjadi freelancer memang nggak punya bos, namun tetap punya klien. Iya saya tau pasti ada yang langsung pengen teriak, “KAK, GUE PUNYA BOS JUGA TERUS PUNYA KLIEN JUGA. KOMBO ATUH KAYA KAEPCI.”
Sabar.
Menurut saya, punya bos itu nggak selalu nggak enak. Lihat sudut pandang lainnya: Kalau kita salah kan ya atasan kita ikutan disalahin juga :p
Oke, serius lagi ya sekarang. Menurut saya nih, freelancer yang berhadapan langsung dengan klien justru working attitudenya harus lebih dijaga karena membawa reputasi pribadi. Saya yakin di industri lain pun, klien-klien terhubung satu sama lain kok, alias: dia lagi dia lagi. Wellsite geologist freelance ya kliennya dia lagi dia lagi. Illustrator juga kliennya dia lagi dia lagi. Kalau kita sudah kena cap freelancer yang nggak kooperatif, nggak disiplin, songong pulak, ya sudah pasti menyebar. “Udah lah, nggak usah pakai dia lagi, udahkan nggak sopan, lewat deadline mulu. Bhay.”
Mengutip artikel dari upwork.com:
Reputation is everything for a freelancer—far more important than any short-term gains in income. Whatever decisions you make work-wise, take into consideration how they would affect the feedback you get from your clients. The better your reputation, the more jobs you’ll secure and the more successful you’ll be.
Mungkin ada yang mau komentar, “Tapi Kak, gue tuh super talented, klien yang butuh gue. Gue tuh unique banget, one of a kind. Gue sudah ikut ngebor puluhan sumur dari Selat Malaka sampai ujung Laut Utara. Boleh dong belagu dikit.”
Hey, ingat ingat
Begini.
Hidup ini berputar, Kawan.
Ada kalanya kita di atas, dicari-cari, dibela-belain, kerjaan kita ditawar dengan harga mahal, dst dst. Namun percayalah, akan selalu ada pemain-pemain baru, yang lebih muda dan bersahaja, yang boleh jadi lebih brilian dan siap menggantikan kita. Belum lagi kalau harga minyak dunia turun seperti sekarang. No need to tell me, I’ve seen and heard enough :)
That’s why need to keep our (working) attitude, to sustain and survive.
Saya mau sharing beberapa hal yang selalu saya jaga sebagai freelancer. Sekali lagi, ini tips dari pengalaman pribadi. Oleh karena itu, silakan saja kalau ada yang beda pandangan dan pendapat.
Berintegritas dan jujur
Menurut saya ini sesuatu yang universal dan wajib untuk kerjaan apapun. Mau jadi apapun kita; karyawan, pengusaha, pekerja lepas, I deeply believe that trust is the key to sustainable value creation. Contoh paling gampangnya ya tulis laporan sesuai fakta, entah itu well report (untuk para geologist) atau engagement statistics (untuk content creator). Masa kerja sebagai content creator dan influencer tapi followers dan like-nya hasil beli? :’)
Sopan santun dalam berkomunikasi
Ini saya tempatkan di urutan kedua karena “It’s not about what you say, but how you say it” bukanlah kiasan belaka. Jaga sopan santun dalam berbicara baik lewat tulisan (email, text, chat) maupun lisan (saat teleponan atau saat meeting). Even when you are not in the mood or annoyed or angry. It isn’t about being fake, it is always about being professional.
Kooperatif dan inisiatif
Berdasarkan pengalaman saya baik di industri migas maupun industri kreatif, mudah diajak kerjasama PASTI jadi pertimbangan seseorang saat memilih rekan kerja. Percaya deh. Saya sering kok dengar ujaran-ujaran, “Yah, ngggak usah lah pinter-pinter banget, yang penting bisa diajak kerja sama.” Nah, coba bayangin kalau kita bisa jadi combo pinter / skillful terus enak diajak kerja sama, plus inisiatif tinggi plus inovatif? Pijet juga kalah deh plus plusnya.

Disiplin dan tepat waktu
Lagi lagi berdasarkan pengalaman pribadi, banyak kerjaan yang tidak menuntut kesempurnaan toh nanti bakal direvisi juga namun harus tepat waktu. Ayah saya yang bergelut di bidang manajemen kinerja punya sebuah Key Performance Indicator favorit bernama OTOBOS: On Time, On Budget, On Specification. All out bahkan going extra dalam sebuah project boleh saja, asalkan sesuai dan tepat waktu.
Adaptif terhadap perubahan dan mau terus belajar
Perubahan yang saya maksud di sini tuh bukan semacam pagi klien minta A, siang minta B, malam minta X loh yaaa. Itu mah tolong diruqyah aja. Seiring dengan perkembangan teknologi yang makin cepat, saya pikir nggak ada orang yang bisa berdiam diri di zona nyaman terlalu lama. Keep up with the latest technology and innovation, be open with the new trend, and think ahead. Saya tau kadang melelahkan tapi serius deh: dua tahun lalu siapa sih yang nyangka akan ada trend video vertikal? Now, please welcome IGTV.
—
Sekian dulu :) Silakan kalau ada yang mau menambahkan di kolom komen.
Selamat kerja lagi, semua!
Leave a Reply to Lia HarahapCancel reply